Beranda | Artikel
Matan Taqrib: Rukun dan Sunnah Wudhu
Kamis, 23 Desember 2021

Sekarang kita masuk bahasan rukun dan sunnah wudhu dari Matan Taqrib (Matan Abu Syuja).

 

الوضوء:

فرائض الوضوء:

وَفُرُوْضُ الوُضُوْءِ سِتَّةُ أَشْيَاءَ: النِّيَّةُ عِنْدَ غَسْلِ الوَجْهِ وَغَسْلُ الوَجْهِ وَغَسْلُ اليَدَيْنِ إِلَى المِرْفَقَيْنِ وَمَسْحُ بَعْضِ الرَّأْسِ وَغَسْلُ الرِّجْلَيْنِ إِلَى الكَعْبَيْنِ وَالتَّرْتِيْبُ عَلَى مَا ذَكَرْنَاهُ.

Rukun (fardhu) wudhu ada enam:

  1. Niat ketika membasuh muka.
  2. Membasuh muka.
  3. Membasuh kedua tangan sampai siku.
  4. Mengusap sebagian kepala.
  5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki.
  6. Tertib (berurutan) sesuai dengan yang telah kami sebutkan.

 

Faedah dari Fathul Qorib:

Al-wudhu menunjukkan perbuatan.

Al-wadhu menunjukkan sesuatu yang digunakan untuk berwudhu.

 

Fardhu wudhu (rukun wudhu)

Pertama: niat

Niat adalah:

قَصْدُ الشَّيْءِ مُقْتَرِنًا بِفِعْلِهِ

“bermaksud mengerjakan sesuatu dibarengi dengan pekerjaannya.”

Jika dilakukan sebelum pekerjaan disebut dengan ‘azam.

Niat itu mesti ada ketika membasuh awal bagian dari wajah.

Niat wudhu adalah:

  • Niat menghilangkan hadats
  • Niat istibahah (boleh) membutuhkan wudhu
  • Niat fardhu wudhu
  • Niat berwudhu
  • Niat bersuci dari hadats (catatan: tidak cukup berniat bersuci saja).

Jika niat di atas dibersamai dengan niat tanzhif (bersih-bersih) atau tabarrud (mendinginkan badan), wudhu tetap sah.

 

Kedua: membasuh muka.

Yang dimaksud adalah membasuh seluruh wajah.

Batasan wajah:

  • Panjang (thuulan): antara tempat tumbuh rambut kepala (ghaliban, umumnya) dan ujung lahyayni (tulang tumbuh gigi bawah, mulai dari dagu hingga telinga).
  • Lebar (‘ardhan): di antara kedua telinga.

Jika di wajah ada rambut tipis atau tebal, air wajib sampai pada kulit di dasarnya.

Adapun jenggot:

  • yang tebal di mana ditandai dengan kulit yang tidak tampak dari sela-selanya saat berbicara, yang dicuci adalah bagian luar saja.
  • yang tipis di mana ditandai dengan kulit yang tampak saat berbicara, air wajib mengenai kulit.

Catatan:

  • Jenggot pada wanita dan khuntsa (yang punya alat kemaluan ganda), air wajib mengenai kulit meskipun jenggot tersebut tebal.
  • Ketika membasuh muka, wajib juga membasuh sebagian kepala, sebagian leher, dan sesuatu di bawah dagu.

 

Ketiga: membasuh kedua tangan sampai siku.

  • Jika tidak memiliki siku, maka dikira-kira siku itu kadarnya sampai di mana.
  • Termasuk yang dibasuh adalah bulu (rambut) hingga sil’atin (kelenjar atau beguk antara kulit dan daging), juga jari yang lebih, serta kuku.
  • Kotoran yang mencegah masuknya air harus dihilangkan.

 

Keempat: mengusap sebagian kepala.

  • Mengusap kepala ini berlaku bagi laki-laki, perempuan, atau khuntsa.
  • Mengusap sebagian kepala ini bisa dengan mengusap sebagian rambut yang ada pada batasan kepala.
  • Mengusap di sini bisa jadi tidak dengan tangan, bisa dengan kain.
  • Membasuh kepala sebagai ganti dari mengusap, itu sah.
  • Meletakkan tangan yang basah tanpa menggerakkannya, sah wudhunya.

 

Kelima: membasuh kaki hingga mata kaki.

  • Jika yang berwudhu memakai khuf, maka ia wajib mengusap khufnya atau mencuci kedua kakinya.
  • Membasuh kedua kaki ini mencakup membasuh bulu (rambut) hingga sil’atin (kelenjar atau beguk antara kulit dan daging), juga jari yang lebih, sebagaimana penjelasan pada membasuh tangan.

 

Keenam: tertib (berurutan)

  • Yang harus berurutan adalah pada fardhu wudhu.
  • Jika lupa urutan, tidaklah cukup. Wudhu harus diulang sesuai urutan.
  • Jika membasuh empat anggota wudhu sekaligus dengan izin orang yang berwudhu, maka dianggap baru membasuh wajah saja.

 

Ayat yang membicarakan tentang wudhu

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. Al Maidah: 6)

 

Catatan tambahan dari Tashil Al-Intifa’ bi Matn Abi Syuja’ wa Syai’ mimma Ta’allaqa bihi min Dalilin wa Ijma’ min Ath-Thaharah ila Al-Hajj.

  • Syarat wudhu ada lima:
  1. Islam
  2. Tamyiz, wudhu orang gila dan anak kecil yang belum tamyiz tidaklah sah karena niatnya tidak dianggap sah.
  3. Sucinya air, wudhu dengan air yang tidak thohur (suci dan menyucikan) tidaklah sah.
  4. Tidak ada penghalang hissi maupun syari. Penghalang hissi yaitu adanya kotoran yang menghalangi air terkena anggota wudhu. Penghalang syari yaitu haidh dan nifas.
  5. Masuknya waktu shalat untuk orang yang memiliki keadaan darurat yaitu pada daimul hadats yaitu wanita haidh dan orang yang keluar angin terus menerus.
  • Letak niat adalah di hati, berdasarkan ijmak. Melafazkan niat di lisan tidaklah wajib berdasarkan ijmak. Namun, niat dengan hati saja tidak cukup.
  • Batasan kepala dari sisi thulan (panjang): tumbuhnya rambut kepala dari batasan wajah hingga akhir tengkuk. Batasan kepala dari sisi ‘ardhan (lebar): antara dua shudghoin, batasan rambut yang merupakan tambahan ke kepala.
  • Mash (mengusap) itu tidak mesti menyeluruh, sehingga mengusap sebagian kepala saja sudah sah. Karena mengusap seluruh kepala dan ada yang tidak terkena usapan, tetap sah.

 

سنن الوضوء:

وَسُنَنُهُ عَشَرَةُ أَشْيَاءَ: التَّسْمِيَّةُ وَغَسْلُ الكَفَّيْنِ قَبْلِ إِدْخِالِهِمَا الإِنَاءَ وَالمضْمَضَةُ والاِسْتِنْشَاقُ وَمَسْحُ جَمِيْعِ الرَّأْسِ وَمَسْحُ الأُذُنَيْنِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا بِمَاءٍ جَدِيْدٍ وَتَخْلِيْلُ اللِّحْيَةِ الكَثَّةِ وَتَخْلِيْلُ أَصَابِعِ اليَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ وَتَقْدِيْمُ اليُمْنَى عَلَى اليُسْرَى وَالطَّهَارَةُ ثَلاَثًا ثَلاَثًا وَالموَلاَةُ.

 

Sunnah wudhu ada sepuluh:

  1. Mengucap basmalah.
  2. Mencuci kedua tangan sebelum memasukkan tangan tersebut ke dalam wadah.
  3. Memasukkan air ke mulut (madhmadhah).
  4. Memasukkan air ke dalam hidung (istinsyaq).
  5. Mengusap seluruh kepala.
  6. Mengusap kedua telinga luar maupun bagian dalamnya dengan air yang baru.
  7. Menyela-nyela jenggot yang tebal, serta menyela-nyela jari tangan dan kaki.
  8. Mendahulukan yang kanan dari yang kiri.
  9. Bersuci masing-masing tiga kali.
  10. Muwalah, tanpa ada jeda.

 

Faedah dari Fathul Qorib:

Pertama: Mengucap basmalah

  • Minimalnya adalah membaca BISMILLAH. Yang lebih sempurna adalah membaca BISMILLAHIRROHMAANIR-ROHIIM.
  • Jika lupa membaca basmalah di awal, lalu ingat di tengah-tengah, maka membaca saat itu. Namun, jika wudhu telah selesai, tak perlu lagi membaca basmalah.

 

Kedua: Mencuci kedua tangan sebelum memasukkan tangan tersebut ke dalam wadah.

  • Yaitu membasuh kedua tangan sampai kuu’aini (pergelangan tangan) sebelum memasukkan air ke mulut (madh-madhah).
  • Membasuh tangan itu sebanyak tiga kali jika ragu akan sucinya sebelum tangan dimasukkan ke dalam wadah dan air tersebut kurang dari dua qullah. Jika tidak membasuh keduanya saat itu, berarti makruh mencelupkan tangan tersebut ke dalam wadah berisi air.
  • Jika yakin kedua tangan dalam keadaan suci, maka tidak makruh mencelupkannya ke dalam wadah berisi air.

Catatan dari Tashil Al-Intifa’ bi Matn Abi Syuja’ wa Syai’ mimma Ta’allaqa bihi min Dalilin wa Ijma’ min Ath-Thaharah ila Al-Hajj:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ؛ أَنَّ رَسُولَ الله – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ: “إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِي أَنْفِهِ ، ثُمَّ لِيَنْتَثِرْ. وَمَنِ اسْتَجْمَرَ فَليُوْتِرْ. وَإِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَغْسِلْ يَدَيْهِ قَبْلَ أَنْ يُدْخِلَهُمَا فِي الإِنَاءِ ثَلاَثًا؛ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ”

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian berwudhu, maka hendaklah ia menghirup air ke dalam hidung lalu ia menghembuskan keluar. Siapa saja yang beristijmar (membersihkan kotoran saat buang hajat dengan menggunakan batu), hendaklah ia menggunakan batu berjumlah ganjil. Jika salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, hendaklah ia cuci tangannya sebelum ia celupkan ke dalam bejana, mencucinya sebanyak tiga kali dahulu, karena salah seorang di antara kalian tidak tahu ke mana tangannya bermalam semalam.” (HR. Bukhari, no. 162 dan Muslim, no. 278)

Mencuci tangan itu alasannya karena ragu akan sucinya kedua tangan, bukan karena bangun dari tidur.

 

Ketiga: Memasukkan air ke mulut (madhmadhah).

Setelah mencuci tangan, dilanjutkan dengan madh-madhah. Asal sunnah sudah tercapai dengan memasukkan air ke dalam mulut, baik air tersebut diputar di dalam mulutnya atau membuangnya ataukah tidak membuangnya. Jika mau yang lebih sempurna, air tersebut dikeluarkan.

 

Keempat: Memasukkan air ke dalam hidung (istinsyaq).

Istinsyaq dilakukan setelah madh-madhah. Asal sunnah sudah tercapai dengan memasukkan air ke dalam hidung, baik dihirup dengan sendirinya hingga ke batang hidungnya dan mengeluarkannya (istintsar) ataukah tidak dikeluarkan. Jika mau yang lebih sempurna, air tersebut dikeluarkan.

  • Yang dianjurkan adalah mubaalaghoh (berlebihan) dalam madhmadhah dan istinsyaq.
  • Yang lebih utama adalah menggabungkan antara madhmadhah dan istinsyaq dengan tiga cidukan. Madhmadhah dilakukan sebagian dari tiap cidukan tadi, lalu dilanjutkan dengan istinsyaq. Menggabungkan antara madhmadhah dan istinsyaq lebih utama daripada memisahnya.

Catatan dari Tashil Al-Intifa’ bi Matn Abi Syuja’ wa Syai’ mimma Ta’allaqa bihi min Dalilin wa Ijma’ min Ath-Thaharah ila Al-Hajj:

  • Mubalaghah ketika madhmadhah adalah memasukkan air ke dalam mulut dan memutar-mutarnya di dalamnya.
  • Mubalaghah ketika istinsyaq adalah memasukkan air hingga ke batang hidung.

 

Kelima: Mengusap seluruh kepala.

Adapun mengusap sebagian kepala itu termasuk fardhu wudhu.

Jika tidak ingin melepaskan sesuatu yang ada di atas kepalanya seperti surban dan lainnya, maka ia menyempurnakan usapannya dengan mengusap di atas surban.

Catatan dari Tashil Al-Intifa’ bi Matn Abi Syuja’ wa Syai’ mimma Ta’allaqa bihi min Dalilin wa Ijma’ min Ath-Thaharah ila Al-Hajj:

Cara mengusap kepala yang sempurna adalah:

  • Meletakkan tangan di bagian depan kepala, lalu menempelkan jari telunjuk dengan lainnya dan jari jempol pada shudghoin, kemudian mengusap hingga tengkuk, kemudian kembali mengusap lagi ke depan (tempat memulainya).

 

Keenam: Mengusap kedua telinga luar maupun bagian dalamnya dengan air yang baru.

Yaitu mengusapnya bukan dengan air yang basah dari kepala. Cara mengusap telinga adalah memasukkan kedua jari telunjuk ke dalam dua lubang telinganya, memutar kedua telunjuknya di atas sela-sela dan menjalankan kedua jempolnya di atas bagian luar kedua telinganya, lalu menempelkan kedua telapak tangan dan kedua telapak tangannya yang basah pada kedua telinga untuk memperjelas.

Catatan dari Tashil Al-Intifa’ bi Matn Abi Syuja’ wa Syai’ mimma Ta’allaqa bihi min Dalilin wa Ijma’ min Ath-Thaharah ila Al-Hajj:

  • Kebanyakan ulama membolehkan mengusap telinga dengan air dari mengusap kepala karena hal ini ada dalam praktik wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  • Sedandainya kepala diusap dengan sebagian jari dan telinga dengan sebagian jari, maka dihukumi sah.

 

Ketujuh: Menyela-nyela jenggot yang tebal, serta menyela-nyela jari tangan dan kaki.

  • Menyela-nyela jenggot laki-laki yang tebal itu hukumnya sunnah. Sedangkan menyela-nyela jenggot yang tipis, jenggot wanita, dan jenggot khuntsa dihukumi wajib.
  • Cara menyela-nyela jenggot laki-laki adalah memasukkan jari dari bagian bawah jenggot.
  • Jika air itu sampai pada cela jari tanpa menyela-nyelanya, maka sah.
  • Jika air itu sampai pada jari yang harus dibelah (multaffah), maka wajib menyela-nyela jari tersebut. Namun, jika tidak mudah membelahnya, haram membelah jarinya untuk menyela-nyela.
  • Cara menyela-nyela jari adalah dengan melakukan tasybik. Sedangkan cara menyela-nyela jari kaki adalah dengan memulai pada jari kelingking tangannya yang kiri dari ujung bawah kaki dimulai dari jari kelingking kaki yang kanan dan berakhir pada jari kelingking yang kiri.

Catatan dari Tashil Al-Intifa’ bi Matn Abi Syuja’ wa Syai’ mimma Ta’allaqa bihi min Dalilin wa Ijma’ min Ath-Thaharah ila Al-Hajj:

  • Jika ada cincin, lalu air sampai pada kulit jari, maka sah. Jika air tidak sampai melainkan harus dengan memutar-mutar cincin, maka wajib dilakukan seperti itu.

 

Kedelapan: Mendahulukan yang kanan dari yang kiri.

Ini berlaku pada tangan dan kaki. Adapun bagian anggota wudhu yang bisa dicuci berbarengan seperti kedua pipi, tidak perlu mendahulukan yang kanan dari yang kiri, keduanya disucikan sekaligus saja.

Catatan dari Tashil Al-Intifa’ bi Matn Abi Syuja’ wa Syai’ mimma Ta’allaqa bihi min Dalilin wa Ijma’ min Ath-Thaharah ila Al-Hajj:

  • Jika ada yang memulai dari kiri lalu kanan, maka wudhunya sah. Karena penyebutan tangan atau kaki kanan dan kiri dalam Al-Qur’an dianggap satu.

 

Kesembilan: Bersuci masing-masing tiga kali.

Ini berlaku bagi anggota tubuh yang dibasuh dan diusap.

Catatan dari Tashil Al-Intifa’ bi Matn Abi Syuja’ wa Syai’ mimma Ta’allaqa bihi min Dalilin wa Ijma’ min Ath-Thaharah ila Al-Hajj:

  • Kebanyakan hadits menyebutkan membasuh tiga kali tiga kali.
  • Boleh juga membasuh dua kali dua kali.
  • Boleh juga membasuh hanya sekali.
  • Boleh juga membasuh sebagian anggota wudhu tiga kali, yang lain dua kali, atau yang lain sekali.
  • Boleh mengusap kepala tiga kali karena Utsman mencontohkan mengusap kepala itu tiga kali.
  • Tidak disyariatkan membasuh lebih dari tiga kali.

 

Kesepuluh: Muwalah, tanpa ada jeda.

Muwalah disebut juga dengan tataabu’ (berturut-turut), yaitu antara dua anggota tidak ada pemisah yang lama. Anggota wudhu yang satu dibasuh lalu yang lainnya lagi tidak sampai anggota wudhu sebelumnya itu kering dalam keadaan cuaca, pembawaan tubuh, dan waktu yang normal.

Jika membasuh tiga kali, yang dijadikan patokan untuk muwalah adalah basuhan terakhir. Muwalah ini berlaku untuk orang yang tidak dalam keadaan darurat (daimul hadats). Orang yang dalam keadaan darurat (daimul hadats) diwajibkan muwalah.

 

Sunnah wudhu lainnya:

  1. Bersiwak
  2. Menggosok-gosok anggota wudhu ketika membasuh.
  3. Membaca doa bakda wudhu. Adapun dzikir yang dibaca ketika membasuh setiap anggota wudhu tidak ada asalnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  4. Mengerjakan shalat dua rakaat bakda wudhu.

 

Doa bakda wudhu

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

ASY-HADU ALLA ILAAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKALAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA ROSULUH, ALLOHUMMAJ’ALNII MINATTAWWAABIINA WAJ’ALNII MINAL MUTATHOHHIRIIN. SUBHANAKALLOHUMMA WA BIHAMDIKA, ASY-HADU ALLA ILAAHA ILLA ANTA, ASTAGH-FIRUKA WA ATUUBU ILAIK.

Artinya: Aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku hamba yang bertaubat dan jadikanlah aku sebagai orang yang bersuci. Mahasuci Engkau Ya Allah dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau, aku memohon ampunan kepada-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu.

 

Dalil shalat sunnah wudhu

Dari Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian berdiri melaksanakan dua rakaat dengan tidak mengucapkan pada dirinya (konsentrasi ketika shalat), maka dia akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari, no. 160 dan Muslim, no. 22)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ لِبِلاَلٍ: «يَا بِلاَلُ، حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الإِسْلاَمِ، فَإنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ في الجَنَّةِ» قَالَ: مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي مِنْ أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طُهُوْرًا فِي سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلاَّ صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ،وَهَذَا لَفْظُ البُخَارِي.

«الدَّفُّ» بِالفَاءِ: صَوْتُ النَّعْلِ وَحَرَكَتُهُ عَلَى الأَرْضِ، واللهُ أعْلَم.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, ceritakanlah kepadaku tentang satu amalan yang engkau lakukan di dalam Islam yang paling engkau harapkan pahalanya, karena aku mendengar suara kedua sandalmu di surga.” Bilal menjawab, “Tidak ada amal yang aku lakukan yang paling aku harapkan pahalanya daripada aku bersuci pada waktu malam atau siang pasti aku melakukan shalat dengan wudhu tersebut sebagaimana yang telah ditetapkan untukku.” (Muttafaqun ‘alaih. Lafal hadits ini adalah milik Bukhari) [HR. Bukhari, no. 443 dan Muslim, no. 715]. Ad-daffu adalah suara sandal dan gerakannya di atas tanah, wallahu a’lam.

 

Kamis sore, 18 Jumadal Ula 1443 H, 23 Desember 2021

@ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/31389-matan-taqrib-rukun-dan-sunnah-wudhu.html